Kamis, Agustus 27, 2009

Mendengkur

Snoring atau mendengkur alias mengorok, adalah suara yang dikeluarkan saat seseorang tertidur pulas. Intensitas suaranya dapat terdengar lembut, namun dapat juga terdengar dalam intensitas suara yang cukup keras. Para pakar medis, khususnya yang mendalami masalah telinga, hidung, dan tenggorokan telah lama memberikan perhatian pada masalah ini. Bukan karena berbahayanya “penyakit” ini terhadap keselamatan jiwa seseorang, namun justru karena keadaan ini menggangu orang lain. Bukankah ketika pendengkur tersebut sedang tidak tidur maka gambaran “penyakit” tersebut tak pernah terlihat?

Sebab musabab suara dengkuran berasal dari suatu mekanisme rumit sistem pernafasan. Udara yang masuk dan keluar melalui lubang hidung, rongga hidung, pangkal tenggorok, ruang sekitar pangkal tenggorok dan mekanisme digerakan pita suara, dinyatakan sebagai faktor timbulnya dengkuran. Kondisi inilah yang kemudian mendasari pendekatan pengobatan terhadap keluhan gangguan dengkuran ini. Adakah yang menghambat jalannya aliran udara pernapasan keluar dan masuk jalan napas? Adakah penyumbat di hidung, adakah tulang yang bengkok, adakah penyempitan karena tetumbuhan polip atau daging? Apakah amandel membesar, atau ada sumbatan akibat pembesaran kelenjar di belakang rongga hidung? Bagaimana kondisi pita suara dan organ disekitarnya? Apakah posisi lidah juga menghalangi masuknya udara sehingga tidak cukup ruang untuk masuk pangkal tenggorok?

Dari sisi ini tampaklah bahwa suara dengkuran itu terjadi karena mekanisme kompleks dan (nama kerennya...) multifaktorial. Memberikan obat dekongestan yang melonggarkan jalan napas dari lendir, tidak akan efektif jika di jalan aliran napas itu terdapat benjolan atau penyempitan anatomis. Melakukan operasi amandel untuk membuka lebih lebar pangkal tenggorok, juga kurang bermakna jika pangkal lidah masih tetap “jatuh” menutupi jalan napas. Obat penenang atau pengendur otot, boleh jadi melengkapi rangkaian tindakan untuk mempercepat hilangnya suara yang sering mengganggu (orang lain) itu. Bagi mereka yang beruntung memiliki cukup biaya untuk berobat, mungkin upaya berbiaya mahal pun akan dilakukan demi terbebasnya dari gangguan ini. Namun tentu tidak demikian halnya dengan mereka yang tidak seberuntung karena biaya yang tidak ada.

Meskipun tetap dari sisi subyek yang menderita akibat suara itu, kondisi dengkuran kali ini barangkali dapat direnungkan dari aspek yang lain. Suatu hal yang pasti adalah bahwa suara mendengkur itu hanya terjadi pada mereka yang mengalami tidur yang dalam – tidur yang nyenyak. Sementara banyak orang yang tidak dapat tidur, maka bukankah kita juga harus merasakan bahagia jika ada teman kita yang dapat tidur dengan nyenyak?

Satu hal lagi yang dapat dipelajari dari “penyakit” mengorok ini adalah seperti satu cerita berikut ini. Pada suatu saat didalam diskusi milis di dunia maya ini, forum diskusi mengenai hal ini dibuka oleh seorang istri yang terganggu suara dengkuran suaminya. Dalam beberapa saat diskusi di milis tersebut menghangat, mulai dari anjuran minum obat dan berobat, anjuran operasi dan mengnsumsi terapi herbal lain, sampai anjuran untuk meninggalkan saja si sumber suara dengkuran itu. Namun pada suatu hari diskusi tersebut berhenti, ketika seseorang menuliskan pendapatnya dalam milis, “Mendengar suara dengkuran adalah sesuatu yang menyenangkan. Jika anda tidak percaya, bertanyalah kepada para janda.......”.

Di tengah malam yang hening dan ketika yang terdengar hanya suara dengkuran, dapatkah kita bersujud syukur karena dia yang kita cintai itu pulang, dan dia masih ada.......?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar