Selasa, September 01, 2009

Aldonza Lorenzo


Beruntunglah anda yang pernah membaca Kisah Don Quixote atau bahkan yang beruntung sempat menyaksikan pagelaran opera klasik ini, karena anda akan berkenalan dengan Don Quixote dan Aldonza.

Don Quixote adalah pahlawan fiksi dalam naskah buah karya Cervantes di tahun 1605, yang diceriterakan berpetualang bersama pembantunya, Sancho. Pada imajinasi Don Quixote yang papa dan sepuh itu mereka sedang berjuang membebaskan seorang puteri yang diculik seekor naga. Faktanya, yang mereka perangi ternyata adalah benda yang mati, sebuah rumah kincir angin.

Siapakah Aldonza Lorenzo?

Ia adalah perempuan desa, wanita penghibur yang ditemui pahlawan kita di sebuah kafe. Diceriterakan bahwa Don Quixote jatuh cinta pada wanita itu dan memanggilnya dengan sebutan Lady Dulcinea, yang berarti Si Cantik. Maka….berteriaklah Aldonza dan mengatakan bahwa ia bukan puteri, tapi hanya sampah masyarakat. “Mereka membuang aku, mereka memalingkan wajah mereka dariku dan mencemoohkanku…. Aku adalah sampah”, demikian teriakan Aldonza dalam suatu lagu yang menarik.

Cerita ini menjadi semakin menarik ketika Don Quixote dengan segala kegagahannya tetap meyakinkan Aldonza bahwa cintanya tak lekang oleh pandangan dan penilaian orang terhadap pilihan hatinya. Baginya Aldonza adalah tetap Lady Dulcinea dan itu cukuplah untuk membuatnya berani menghadapi dunia, “Her name is Dulcinea, her kingdom, Toboso, which is in La Mancha, her condition must be that of princess, at very least, for she is my queen and lady, and her beauty is supernatural, for in it one finds the reality of all the impossible”.

Di akhir cerita babak ini adalah penerimaan dan kesadaran Aldonza untuk mengangkat harga dirinya sendiri, membenarkan dan menerima kehadiran Don Quixote apapun kata orang. Baginya sang Ksatria adalah seorang pangeran yang layak bersanding dengan dirinya sebagai lady.

Benarlah pesan yang ingin disampaikan bahwa TUHAN tidak pernah menciptakan manusia sebagai sampah. Manusia itu sendirilah yang merasa berhak menghakimi sesamanya sebagai sampah, atau bahkan mereka sendirilah yang memberikan harga dirinya senilai sampah.

Sumber lukisan: http://www.donquijote.org/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar